Entri ini adalah untuk pedoman semua yg membaca...
***************************************************************************************************
Aib adalah merujuk kepada rasa malu oleh sesaorang atau
orang yang dekat dengan sesaorang akan sesuatu keadaan yang tidak elok mengenai
sesaorang itu tertedah atau diketahui umum. Rasa malu ini boleh membawa kepada
kesan saikologi yang sangat negatif kepada sesaorang yang diaibkan itu, sehingga
memungkin sesaorang itu mencabut nyawanya sendiri atau mengalami gangguan mental
yang amat dahsyat.
Ajaran Islam melarang keras aib sesaorang itu
didedahkan atau diceritakan. Islam mengajar kita agar kita orang-orang beriman
tidak sekali-kali berkata-kata walau apa dan macam mana sekalipun tentang
sesuatu keadaan yang tidak elok mengenai sesaorang.
Allah swt berfirman
dalam Surah Al Hujarat Ayat 12 bermaksud:
[49.12] Wahai orang-orang yang
beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan
yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan
janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan
janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari
kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan
mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah
larangan-larangan yang tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya
Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.
Sabda Rasulullah
Sallallahu ’alaihi wasallam yang bermaksud:
“Wahai golongan yang beriman
dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat
kaum Muslimin dan janganlah mengintip keaiban mereka, maka barang siapa yang
mengintip keaiban saudaranya, nescaya Allah akan mengintip keaibannya dan siapa
yang diintip Allah akan keaibannya maka Allah akan membuka keaibannya walaupun
dirahsiakan di lubang kenderaannya.”
(Hadis riwayat at-Tirmidzi)
Kita sepatutnya menutup aib sesama Muslim dan berhenti
daripada menyebut-nyebut serta menyiarkannya, sebagaimana firman
Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang suka menghebah
(menyiarkan) tuduhan-tuduhan yang buruk dalam kalangan orang-orang yang beriman,
mereka akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di
akhirat.” (Surah an-Nûr:19)
Sabda Rasulullah Sallallhu ’alaihi wasallam lagi yang
bermaksud:
“Barang siapa menutup aib seseorang Islam, maka Allah
akan tutupkan aibnya di dunia dan di akhirat.(Hadis riwayat
at-Tirmidzi)
"Tiada seorang yang menutupi aurat( keaiban) orang di
dunia, melainkan Allah akan menutupi keaibannya di hari kiamat." (Hadis riwayat
Muslim)
Tidaklah seseorang itu banyak bercakap akan aib orang
lain, menyebutkan kesalahan dan mendedahkan aib mereka melainkan orang itu orang
munafiq yang terhina.
Jadi adalah wajib bagi setiap Muslim, menutup aib
saudaranya dan malah hendaklah menasihatkan secara sulit, lemah lembut dan penuh
hikmah kerana bimbang saudaranya itu akan ditimpa celaka dengan sebab
perbuatannya itu.
Dari 'Aisyah radhiallahu'anha, katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki orang-orang yang
sudah mati, sebab sesungguhnya mereka itu telah sampai kepada amalan-amalan
mereka yang sudah dikerjakan dahulu -sewaktu di dunia, baik kebajikan atau
kejahatan." (Hadis riwayat Bukhari)
Allah amat murka kepada mereka yang menyebarkan
keaiban di dalam masyarakat. Sehingga disebabkan mereka maka masyarakat
menganggap kejahatan itu merupakan suatu yang biasa dan masyarakat merasa tidak
aman daripada buah mulut orang lain. Kerana itulah Allah SWT mengharamkan
mengumpat sebagaimana yang difirmankan di dalam ayat berikut:
Keaiban
kadangkala dianggap suatu yang baik untuk dikongsi di atas banyak sebab,
antaranya untuk melepaskan tekanan perasaan, untuk menimbulkan rasa insaf,
sebagai pelajaran bagi orang lain, untuk menjadikan diri dipandang mulia,
memberi alasan dan sebagainya. Atas apa alasan pun, membocorkan keaiban
merupakan suatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul. Rasulullah SAW
bersabda:
"Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Dia
tidak menganiayanya dan tidak pula membiarkan dia teraniaya. Siapa yang menolong
keperluan saudaranya maka Allah akan menolong keperluannya pula. Siapa yang
menghilangkan kesusahan seorang Muslim, Allah akan menghilangkan kesusahannya di
hari kiamat. Dan siapa yang menutup keaiban seorang Muslim, maka Allah SWT akan
menutup keaibannya di hari akhirat." (HR Bukhari)
Bahkan, keaiban yang
dilarang untuk diceritakan itu bukan cuma keaiban orang lain. Keaiban diri
sendiri juga harus dan perlu ditutup oleh setiap orang. Rasulullah SAW
bersabda:
"Semua umat ku selamat kecuali orang yang terang-terangan
melakukan dosa. Dan termasuk terang-terangan itu adalah seorang yang melakukan
dosa di waktu malam gelap mendadak pagi-pagi diceritakan kepada orang lain.
Padahal semalam Allah telah menutupi dosanya itu tetapi setelah paginya dia
membuka apa yang Allah tutup itu." (HR Bukhari dan Muslim)
Seandainya keaiban tadi
adalah keaiban orang lain pula, maka itu sudah masuk ke dalam kategori mengumpat
dan seperti yang Allah fimankan tadi, perbuatan itu diumpamakan seperti memakan
daging saudara kita yang telah mati. Jelas perbuatan ini merupakan punca
perpecahan dan perbalahan sesama muslim. Bahkan, seperti juga membuka aib
sendiri, membuka keaiban orang lain juga memotivasi orang yang mendengar untuk
berkongsi keaiban orang lain yang dia ketahui juga. Maka tersebar luaslah
keburukan dan keaiban di dalam masyarakat sehingga terbuka luaslah pintu-pintu
kehancuran, fitnah dan perpecahan di dalam masyarakat.
Setiap orang
mempunyai keaiban dan tidak ada seorang pun yang terlepas dari melakukan
kesalahan. Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap daripada kamu adalah orang
yang berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang
bertaubat."( HR Ahmad).
Maka, selagi mana perbuatannya itu tidak
dilakukan secara terang terangan maka perlakuan itu haruslah dirahsiakan dan dia
tidak dihukum disebabkan dosanya itu.
Dari Umar bin Khattab ra,
katanya
"Manusia pada zaman Rasulullah SAW berhukum dgn dasar
wahyu, dan sekarang wahyu telah tidak turun lagi, sekarang kamu kami hukum
dengan menurut apa yang nyata bagi kami tentang kerja mu. Barang siapa yang
nyata bagi kami baik, kami amankan dan kami benarkan. Kami tiada mengetahui
sesuatu yang dirahsiakan, hanya tuhan yang menghitung yang dirahsiakannya itu.
Siapa yang nyata bagi kami jahat, tidak kami amankan dan tidak kami benarkan,
walaupun dia mengatakan bahawa yang dirahsiakan hatinya baik. (HR
Bukhari)
Bahkan barangsiapa yang melakukan kesalahan yang
sepatutnya dijatuhi hukuman hudud sekalipun ke atasnya, lalu Allah menutupi
keaibannya itu, maka dia seharusnya menyembunyikan keaibannya itu lalu
bersungguh-sungguh bertaubat kepada Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan kesalahan hudud lalu
disegerakan hukumannya di atas dunia, maka adalah Allah terlalu adil untuk
mengenakan padanya hukuman kali kedua di akhirat. Barang siapa yang melakukan
kesalahan hudud lalu kesalahannya ditutup oleh Allah SWT, sehingga dia terlepas
darinya, maka Allah adalah teramat pemurah untuk menghukum orang yang telah
dilepaskan dari hukuman oleh-Nya." (HR Ahmad, dia berkata hasan gharib.
Al-Hakim, dia berkata sahih menurut persyaratan Bukhari dan
Muslim).
Begitulah bagaimana Islam sangat-sangat menuntut kita
agar menjaga aib sesaorang dan juga aib kita sendiri. Sebaiknya adalah kita
hendaklah kurang bercakap kecuali atas hal-hal yang penting dan
perlu.
Begitu juga membaca bahan-bahan yang senantiasa membuka aib orang
lain yang sangat banyak dipasaran hari ini.
Wallahu
a'lam.
sumber: http://akh-muhammad.blogspot.com/2010/04/menjaga-aib-saudara-kita.html
No comments:
Post a Comment